Doa Itu dan Gadis Itu

Sesaat harapan itu sirna
Namun ternyata masih ada
Secercah cahaya
Bahwa dia bisa

Gadis itu melihat ke langit
Di atas sana ada yang Maha Tinggi
Gadis itu tahu bahwa semua
Sudah ada yang mengaturnya

Bahwa gelap tak selamanya gelap
Ketika terang kembali
Berjalanlah walau memang berat
Dan sakit

Gadis itu menatap ke jalan
Bahwa selalu ada yang bisa dilakukan
Gadis itu selalu punya keyakinan
Bahwa selalu ada jalan bagi yang beriman

Rasa sakit memang kadang tak terperi
Tanpa ampun
Ampuh
Dan menyakitkan

Gadis itu melihat ke samping
Selalu ada yang lebih sakit dari dirinya
Gadis itu bisa merasakannya
Sakit dan susah tak hanya milik dia

Dengan segala cara
Jalan kembali terbuka
Bahwa memang semua tak lagi sama
Ada jalan di depan sana

Gadis itu bercermin
Hanya dia yang mampu
Mengubah hidupnya sendiri
Dia yakin bahwa dia mandiri

Hidup memanglah pilu
Dan tak pernah menjadi mudah
Hadapi saja
Berdoa pada-Nya

Hidup memanglah soal tangis
Dan penuh dengan mereka yang meringis
Tapi jadilah kuat
Dan jadilah bermanfaat

Gadis itu selalu yakin
Tak pernah tak yakin
Selalu ada doa yang mengirinya
Doa orang tuanya
Doa keluarganya
Hanya untuknya
Dan untuk hidupnya

Lembar Baru

Mulailah dengan yang baru
Pemikiran yang baru
Rasa yang baru
Bukan yang haru biru

Layaknya sebuah perahu
Jika arah tak menentu
Kemana akan dituju?
Sang kapiten pun tak tahu

Dengan yang baru
Harapan baru
Jiwa baru
Yang lebih baik dari dahulu

Bukankah ketika itu
Kita tak ingin semua jadi baru
Memulai lagi baru
Meski tak menentu

Semua ingin pasti dan tentu
Pun mereka yang tak tahu
Mereka hanya ingin menuju
Sesuatu baru yang lebih baik dari dahulu

Seharusnya Bersyukur

Kadang pernah terpikir olehku, betapa lelah badan ini. Betapa porak porandanya otak ini. Letih, iya. Lelah, juga iya. Ketika waktu istirahat yang seharusnya normal namun menjadi sebentar saja. Ya, aku adalah seorang pekerja merangkap seorang mahasiswi. 7 hari dalam seminggu, aku habiskan 5 hari untuk bekerja dan 2 hari untuk kuliah. Lelah sekali rasanya.
Tapi ketika rasa lelah dan jenuh selalu saja datang menghampiri, aku kembali teringat sesuatu. Teringat lagi akan masa-masa dahulu ketika aku sedang sulit-sulitnya.
Tak pernah terpikir oleh diri ini, dulu, sebuah pencapaian yang menurutku sudah luar biasa saat ini. Begitu mudahnya Tuhan memberikan rezeki setelah berpeluh-peluh bibirku ini berceloteh. Juga mencerdaskan. Kemudian rezeki datang. Datang lagi. Datang lagi. Datang lagi. Begitu seterusnya.
Selalu terselip rasa syukur yang teramat sangat, bahwa aku dilahirkan dan dibesarkan dalam keadaan luar biasa 'beruntung'.
Melihat orang di luar sana yang ingin mencicipi rasanya kuliah namun tidak mampu, atau juga melihat mereka yang mulai dewasa dan mencari pekerjaan namun tak kunjung mendapatkannya.
Terselip lagi rasa itu. Rasa syukur kepada Tuhan Semesta Alam yang menjadikan alam semesta ini bergerak indah mengikuti titah-Nya. Dia menjadikan semuanya adil dan teratur, termasuk apa yang telah Dia rencanakan untukku. Jalan mana yang harus aku tempuh, bagaimana cara aku menempuhnya dan apa saja yang harus aku persiapkan untuk menempuh jalan-Nya.
Seharusnya aku bersyukur. Kataku dalam hati.
Seharusnya tidak ada keluhan lagi. Kataku kembali.

sadar nggak sih, tampang bukan jaminan


Pernah terpikir sama gue kalo pada akhirnya, kita akan menghabiskan waktu bersama pasangan kita dengan mengobrol.
Makanya gue suka miris aja ngeliat orang yang selalu tertarik dengan fisik terlebih dahulu. Misalnya suka sama seseorang karena dia ganteng atau cantik. Kalo kata orang tua dulu, ya sampe sekarang sih, ganteng atau cantik itu gak menjamin isi hati seseorang.
Bahkan sampe kita tua nanti, sudah punya anak dan sudah punya cucu, kita bakalan menghabiskan waktu dengan mengobrol dan bercerita, mungkin juga bahas yang dulu-dulu. Kenangan, memori, semuanya bakalan tercipta lagi kan. Wajah yang dulunya cantik, ganteng, mancung, putih atau bagaimana itu ujung-ujungnya bakalan; keriput.

Terus juga gue paling sebel kalo denger orang ngomong kayak gini, "ih, kok si itu mau sih sama si ini. si ini kan jelek."
Menurut lo?
Emang jelek itu alasan utama buat gak disukain sama orang? Kan enggak. Kalo tampangnya biasa aja, bukan jelek ya, menurut gue ciptaan Tuhan itu gak ada yang jelek, tapi hatinya mulia ya itu nilai yang plus banget kan.


Dulu Mama gue sempet bilang sih, "cari pasangan hidup itu yang enak diajak ngobrol dan mengerti kita."

Ya bener juga kata Mama, karena kenyataan yang gue liat sampe sekarang itu ya kedua orang tua gue sering mengobrol setiap ada waktu senggang. Bukannya ngeliatin wajah satu sama lain yang mulai keriput kan, hahaha. Itu gak abadi dan gak bertahan lama. Kadang, gue juga suka ikutan kalo Papa sama Mama gue lagi asyik mengobrol. Ya sebagai gambaran aja sih, kalo gue tua nanti, gue juga bakalan begitu sama suami gue. Cerita. Mengobrol.
Itu aja sih. Jujur, gue sendiri gak pernah menjadikan fisik yang oke sebagai alasan buat gue suka sama orang. Ganteng tapi playboy ya buat apa. Cantik tapi gak ada harganya ya buat apa juga.
Nah, kalo misalkan kita ketemu sama orang yang ganteng atau cantik tapi hatinya juga baik, ya anggap aja itu bonus dari Tuhan. Nyaris sempurna. Tapi pasti kekurangannya ada juga kan. Itu sih bagaimana kita bisa menerima atau enggaknya aja.

Well, semua tulisan yang tertuang disini adalah pemikiran gue aja yang mau gue share. Buat yang udah baca, makasih banyak ya hihi. 
Adios!

Secangkir kopi untuk Papa

Papaku itu pencinta kopi. Penyuka kopi. Segala jenis kopi beliau suka. Tapi kopi hitam favoritnya. Mungkin karena zamannya. Papa bilang, sehari saja tidak bertemu kopi, kurang semangatnya. Ada yang kurang rasanya. Bahkan, Papa bisa menjadi sakit kepala apabila tidak minum kopi. He is a coffee-addict. Kami semua memakluminya, kami semua paham apa kesukaan Papa. Termasuk aku. Anak sulungnya.
Suatu sore, saat aku sedang duduk memainkan BlackBerry-ku dengan jari jemari karya Tuhan ini, Papa memanggil namaku.
"hana, tolong buatkan Papa kopi, nak."
Saat itu Mama pulang telat karena masih ada pekerjaan, jadi Papa pasti memintaku untuk membuatkannya kopi.
"iya, Pa."
Dengan ragu-ragu aku berjalan menuju dapur, sambil berpikir seberapa takaran yang harus aku berikan untuk secangkir kopi ini. Aku mulai memasak air, menyiapkan cangkir, menuangkan kopi hitam kesukaan Papa, menuangkan gula, dengan kebingungan. Akhirnya aku menggunakan feeling-ku dalam takaran di cangkir kopi tersebut.
'ya mungkin kira-kira segini.', kataku dalam hati.
Tak lama kemudian, aku menyajikan kopi tersebut kepada Papa. Dengan ragu-ragu.
Papa mulai memegang gagang cangkirnya, lalu menatapnya sebentar, kemudian menghirupnya untuk beberapa saat, dan meminumnya dengan perlahan.
"waaah, enak sekali nih.", komentar Papa sambil tersenyum kepadaku.
"masa sih, Pa? Hana gak tau lho takarannya seberapa."
"segini juga udah enak banget, makasih ya nak."
"oke Pa, sama-sama."
Dengan perasaan riang karena berhasil membuatkan kopi untuk pertama kalinya kepada Papa, aku kembali ke kamar.

                                                * * * *

Malam harinya, saat aku sedang membersihkan meja dan ingin mencuci piring dan gelas, dengan penasaran aku mencoba kopi yang aku buatkan untuk Papa tadi sore. Aku terkejut. Ternyata rasanya sangat tidak enak dan tidak karuan.
Sambil tertawa kecil aku mengingat kejadian tadi sore. Ah, sudahlah.
Papa memang tidak pernah mencela anak-anak gadisnya. Semua hal yang dilakukan Papa semata-mata hanya untuk membuat aku dan adik-adik senang. Luar biasa. Padahal bisa saja Papa dengan mudahnya mengatakan kepadaku bahwa rasa kopinya sama sekali tidak enak, pahit, kurang kental atau apapun. Padahal Papa bisa saja menyuruhku untuk membuat lagi secangkir kopi yang baru yang lebih enak dari sebelumnya. Tapi Papa tidak melakukannya. Beliau tetap memujiku. Memuji anak gadis pertamanya. Apapun rasa kopinya, entah enak atau tidak. Aku sangat salut padanya. Papaku hebat. Luar biasa hebatnya.

What happens in your brain when you fall in love?

What happens when we fall in love is probably one of the most difficult things in the whole universe to explain. It’s something we do without thinking. In fact, if we think about it too much, we usually end up doing it all wrong and get in a terrible muddle. That’s because when you fall in love, the right side of your brain gets very busy. The right side is the bit that seems to be especially important for our emotions. Language, on the other hand, gets done almost completely in the left side of the brain. And this is one reason why we find it so difficult to talk about our feelings and emotions: the language areas on the left side can’t send messages to the emotional areas on the right side very well. So we get stuck for words, unable to describe our feelings.

Filosofi Matematika

Mengapa matematika itu perlu?
Sebetulnya konsep dasar yang ada pada matematika itulah yang diperlukan dalam segala aspek kehidupan. Yaitu bagaimana cara memecahkan masalah, bahwa every problem has a solution. Saya rasa, matematika itu ibarat sebuah kehidupan; selalu ada problem namun selalu ada jalan keluarnya. Dari matematika, kita dituntun untuk mempelajari suatu kasus, kemudian cara – cara untuk mempelajari kasus tersebut, dan lalu memecahkannya sebaik mungkin.
Ya, saya anggap ini sebagai sebuah filosofi. Filosofi matematika. Dari kecil saya dididik untuk menyukai matematika, dan ternyata saya memang menyukainya. Ternyata matematika itu memang menyenangkan apabila kita ikhlas mempelajarinya. Begitu pula dengan hidup, hidup akan menjadi menyenangkan apabila kita ikhlas menjalaninya.
Papa saya bilang, itu adalah tata cara pemikiran para matematikawan. Ada step by step dalam memecahkan setiap masalah yang kita hadapi. Hidup juga sama dengan matematika, ada nilai yang baik dari hasil usaha kita, namun ada nilai yang kurang memuaskan juga yang akan kita dapatkan.  Nah, disaat itulah kita butuh sebuah kata: instrospeksi diri
Apabila kita kurang tepat dalam mengerjakan soal matematika, maka kita harus flashback apa jawaban kita sebelumnya. Disinilah introspeksi diperlukan, bahwa kita menyadari kesalahan kita, mencoba membuatnya menjadi lebih baik dan benar, dan tidak akan mengulangi kesalahan yang sama lagi.
Di dalam kehidupan ini juga sama halnya, introspeksi diri terhadap kesalahan – kesalahan kita di masa lalu sangatlah diperlukan. Karena menyadari kesalahan kita yang akan membawa kita menuju a better future.
Didedikasikan untuk: Mereka yang hidupnya begitu dekat dengan matematika.

quotes for me

You're right. People do lie, and cheat, and stab you in the back. There will be people who use you, and don't love you even though they say they do. But you can't let that stop you from living. Because there are people out there who do love you, and would never hurt you. You have to find those people and keep them in your life forever.

am I a motivation?

Waktu di kelas, waktu gue lagi ngobrol sama Winda, eh tiba-tiba Bowo ngomong gini, "bener deh, Hana itu motivasi gue. Gue kalo lagi di kamar, sendirian, kadang suka merenung. Kenapa ya gue gak bisa jadi kaya Hana, yang bisa dapet uang jajan sendiri dari hasil ngajar les? Kenapa ya gue bego banget, kenapa gue gak pinter sama sekali? Gue kadang suka mikir gitu, mong.", kata Bowo ke Dimas, yang biasa dipanggil Dimong.
Sontak gue sama Winda kaget, dan langsung nengok ke arah Bowo. Gue langsung nanya ke Pakde Bowo, "ha? Apaan Pakde? Gue motivasi lo? Gimana bisa?"
Lalu Pakde Bowo jawab, "iya, lo itu jadi motivasi buat gue Han..."
Gue : "Ya ampun Pakde, semua orang bisa kali jadi hebat dengan cara mereka sendiri"
Dimong : "Iya, betul itu wo. Makanya lo jangan mikirin cewek mulu, Wo. Lo pentingin juga pelajaran lo, itu masa depan lo, men. Itu yang bisa menentukan hhidup lo nanti, Wo." (kata Dimong dengan nada sok tau. Yah, Dimas memang selalu sok tau -_-)
Winda : "Iya, bener Wo. Semua orang itu hebat dengan cara mereka masing-masing."
Dimong nyerocos lagi.......-_-
Dimong : "Bener itu wo, bener itu. Apalagi nanti, kalo lo nikah, lo gak punya kebisaan apa-apa.Mau lo kasih makan apa hah anak sama istri lo? Makan batu? Mikir Wo, mikir. Lo itu laki-laki, lo harus bertanggung jawab buat masa depan lo nanti, men."
Gue : "Gini ya Pakde, lo gak harus jadi yang nomor satu. Tapi setidaknya, kalo lo mau dianggap pintar, lo harus hebat di salah satu pelajaran pakde. Misalkan lo gak bisa di pelajaran kimia atau fisika, nah hebatlah di pelajaran yang lain Pakde. Karna kan nilai-nilai dari pelajaran yang lain, selain eksakta itu juga penting Pakde."
Winda : "Nah, misalkan lo hebat di salah satu pelajaran, pasti lo akan jadi perhatian tersendiri sama guru itu. Terus lo pasti bakal diomongin sama guru-guru yang lain, Wo."
Bowo : "Gue itu bingung harus mulai darimana supaya jadi anak rajin kaya lo pada...."
Gue : "Gak harus jadi pintar Pakde, jadilah orang yang bisa. Karena, sesungguhnya kebisaan itulah yang akan berlaku di kehidupan yang nyata."
Dimong : "Betul itu Woooooo, betulllllllll"
Gue : "Berisik aja si lo, mong-_-"
Winda : "Tau nih, Dimong."
Dimong : "Gue lagi ngasih motivasi coyyy."
Gue : "Motivasi palelu-_-"
Bowo : (Hening. Diam. Tiba-tiba matanya berkaca-kaca)
Gue : "Jangan nangis dong Pakde, kita cuma ngasih motivasi, bukan bermaksud yang lain-lain Pakde. Berjuang dong Pakde, untuk diri lo sendiri. Berjuang buat masa depan lo nanti, oke? Lagian percuma juga kali, lo nangis disini, terus sampe rumah lo malah nggak melakukan perubahan apa-apa."
Dimong : "Ah ayam lu Wo, dikit-dikit nangis!"
Matanya Bowo semakin merah, untungnya airmatanya nggak netes.
Winda : "Udah udah, biarin. Bowo lagi meratap."
Gue : "Semangat ya Pakde!"

Ya, kira-kira begitulah motivasi yang kita kasih ke temen kita tadi, hahaha. Sepele sih, tapi semoga bermanfaat deh.
Sekian :)

Dedicated to Pakde Bowo, yang sampe sekarang masih punya sifat minder dan mudah menyerah.

Imajinasi hujan

Saat hujan turun, sesuatu berputar - putar di kepalaku. Seperti ada kupu - kupu yang mengelilingi kepalaku. Entahlah, akupun tidak tahu. Tapi, sepertinya aku dapat merasakannya. Bahwa, aku tengah memikirkan sesuatu. Imajinasiku kembali muncul di otakku.

Bisakah saat hujan turun, aku tengah bersamamu?
Bisakah saat hujan turun, kamu memayungiku?
Bisakah saat hujan turun, kamu berada di dekatku untuk sekedar melindungiku dari serpihan air hujan?
Atau mungkin, bisakah kamu menuturkan kata - kata indah nan syahdu untukku saat hujan turun?

Sesungguhnya, aku ingin sekali menjadi hujan, yang datang dengan lembutnya, lalu membawa keberkahan bagi semua. Sesungguhnya, aku menyukaimu seperti aku menyukai hujan. Aku tak pernah bosan menatapmu seperti aku yang tak pernah bosan menatap hujan.
Kamu, maka jadilah kamu hujan, yang aku sukai, dan tak pernah bosan aku tatap.
Menatapmu seperti menatap hujan, nyaman.
Menatapmu seperti menatap hujan, indah.
Menatapmu seperti menatap hujan, sejuk.

Maka ketika hujan turun, kapanpun itu, yang ada di otakku hanya kamu. Yang berhasil menyejukkan hatiku, layaknya hujan yang menyejukkan bumi.

Untuk kamu dan hujan, yang sejatinya aku sukai.